Kamis, 27 September 2012

STANDAR OPERASI PRODUKSI HSRT UDANG


DAFTAR  ISI



       I.      PERSIAPAN

1.1.                Penyiapan Bahan dan Alat Produksi
1.2.                Instalasi Terpal dan Aerasi
1.3.                Fumigasi
1.4.                Pencucian Bak, Peralatan dan Sanitasi

   II.      PEMELIHARAAN LARVA / POST LARVA

2.1.             Persiapan Air dan Penebaran Nauplii
2.2.             Kegiatan Pemeliharaan
2.2.1.          Pemberian Pakan Alami
2.2.2.          Pemberian Pakan Buatan
2.2.3.          Pengelolaan Kualitas Air
2.2.4.          Pencegahan Penyakit dan Pengobatan
2.2.5.          Pengaturan Aerasi
2.2.6.          Pemeriksaan Kondisi Benur
2.2.7.          Pendugaan / Estimasi Populasi
2.2.8.          Sanitasi
2.3.             Pemanenan
2.3.1.           Persiapan Panen
2.3.2.           Pemanenan Benur
2.3.3.           Pendugaan Jumlah Benur (Estimasi) Per kantong
2.3.4.           Disinfeksi Peralatan Panen

III.      PENGERINGAN

 


STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
DIVISI BREEDING OPERATION


Policy No:


FRY PRODUCTION DEPARTMENT

 

Secara umum kegiatan di Fry Production dikelompokkan dalam tahapan sebagai berikut :

1.      Persiapan Produksi
2.      Proses Produksi Benur
3.      Pengeringan

I.         KEGIATAN  PERSIAPAN

1.1             Penyiapan Bahan dan Alat Produksi

Jenis bahan dan alat :
a.      Pakan  :  Artemia Cyst, Spina, CP Star 100, 200 dan 300

Pakan alami artemia (kiri) dan pakan buatan (kanan)

b.      Bahan Kimia  :  CaOCl2 (kaporit), Formalin teknis, KMnO4, Na2SiO3
(Solution), Skelon Longmen, Urea, TSP, NPK, KCl, Vitamin B12, Vitamin H, Shrimp Lineng, EDTA2Na, Sodium Bikarbonat, Vitamin C (Ascorbic Acid Soluble)

c.   Obat-obatan   :  Antibiotik (Oxytetracyclin, Norfloxacin, Nitrofurazone),
                                 Anti jamur (Trifluralin)

d.      Bahan  tambahan lainnya  :  Prise VS-100, Probiotik
e.      Alat-alat :

No.
Peralatan
Spesifikasi
1.
Ember plastik 5 gallon
Ukuran 5 gallon
2.
Gayung hatchery
Ø 8.5 inchi
3.
Pitcher / Beaker Glass
Ukuran 500 – 1000 ml
4.
Saringan pakan (mesh size 150, 250, 300, 56)
Ukuran 40 x 20 cm2
5.
Saringan artemia
Ø 30 cm mesh size 150 (100-110 micron)
6.
Seser benur
Mesh 56 / 600-625 Micron (Ø 30 cm)
7.
Net panen
Ukuran 70 x 90 x 75 xm mesh 56 / 600-625 micron
8.
Pipa goyang / pipa pembuangan air
Ukuran 200 x 230 cm, Ø 30 inchi yang dilengkapi dengan saringan mesh 56 ukuran 230 x 250, Ø 30 cm
9.
Pisin (mangkok plastik)
Ø 5.5 inchi
10.
Timbangan pakan
Mettler Toledo PB 802 atau yang sejenis dengan ketepatan 1 desimal
11.
Rich Filter bag 6” – Green Marine
Ukuran 88 cm x 30 cm
12.
Selang aerasi
Green marine Ø ¼ inch
13.
Batu aerasi dan timah pemberat aerasi (@ 100 gr)


Kerangka / net panen dan gayung hatchery untuk pemberian pakan

Langkah-langkah  :
1.      Inventarisasi stock bahan dan alat di gudang dan yang sudah ada di hatchery
2.      Berdasarkan rencana produksi, lengkapi semua kebutuhan bahan dan alat yang masih kurang
3.      Lakukan perbaikan terhadap alat-alat yang rusak


1.2             Instalasi terpal dan Aerasi

a.   Lakukan pemasangan terpal ( ukuran 8 m x 9.5 m )di atas setiap bak yang akan dioperasionalkan, pastikan tidak ada cahaya yang masuk kedalam bak melalui celah-celah terpal.
b.   Lakukan pemasangan selang aerasi dan urutkan sesuai posisi serta atur jarak antar titik selang  (40-50 cm)
c.   Lakukan pemasangan timah pemberat dan batu aerasinya. Pastikan jarak batu aerasi dengan lantai/dasar bak  ±  5-10 cm. 
d.      Sehari sebelum pengisian nauplii, lakukan perendaman batu aerasi yang sudah diatur posisinya seperti tersebut di atas, kemudian buka pipa udara selama ± 15 menit. 
e.      Lakukan pengecekan terhadap batu aerasi yang tidak berfungsi (tersumbat atau gelembung udara yang dikeluarkan terlalu besar), dan lakukan penggantian batu aerasi bila hal tersebut terjadi. 
f.       Setelah batu aerasi dipastikan berfungsi baik, buang air rendaman.  Bilas bagian  sisi dalam bak dengan air tawar dan keringkan
g.      Lakukan pemasangan saringan pembuangan air/sirkulasi (mesh 56) pada pipa pembuangan/sirkulasi. Pastikan saringan tersebut  tidak robek/rusak.
h.      Pasang pipa tersebut di atas pada lubang pengeluaran di dalam bak
i.        Bak siap untuk digunakan

Sistem aerasi bak pemeliharaan larva / PL (kiri), pipa sirkulasi / ganti air (kanan)


1.3             Fumigasi

Proses fumigasi dilakukan untuk sterilisasi ruangan dengan cara mencampur Potassium permanganat dengan formalin.  Gas yang dihasilkan dari pencampuran ke-dua bahan tersebut dapat membunuh organisme-organisme patogen yang berada di dalam ruangan (misalnya bakteri)  yang dapat membahayakan kelangsungan hidup benur yang dipelihara

Fumigasi di ruangan modul dan bagian dalam bak pemeliharaan dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a.      Siapkan ember/kaleng, gayung , KMnO4 dan Formalin teknis
b.      Masukkan 0.5 kg KMnO4  ke dalam kaleng dan letakkan di 6 (enam) titik dalam ruangan modul/bagian luar bak serta masing-masing satu titik di dalam bak pemeliharaan.
c.      Secara bersama-sama dan hati-hati, masukkan formalin teknis sebanyak 1 lt ke dalam setiap kaleng tersebut
d.      Tutup rapat ruangan setiap bak dan ruangan tersebut, lalu biarkan sedikitnya selama 24 jam
e.      Proses fumigasi dapat dilakukan 2-3 kali tergantung lamanya masa pengeringan dan persiapan


1.4             Pencucian Bak, Peralatan  dan  Sanitasi

a.   Setelah fumigasi dilakukan, lakukan pencucian bak dan alat sirkulasi dengan larutan detergent kemudian keringudarakan.
b.      Lakukan perendaman seluruh peralatan pendukung operasional dengan larutan Kaporit 100 ppm selama sedikitnya 24 jam, kemudian lakukan pencucian dengan detergent, lalu  dikeringudarakan sebelum digunakan.
c.      Siapkan larutan kaporit 100 ppm atau larutan Potassium Permanganat (PK) 10 ppm pada tempat cuci kaki (foot bath) di depan ruang pemeliharaan larva
d.      Siapkan larutan formalin 200 ppm atau PK 10 ppm di dalam ember 5 gallon dan tempatkan di depan masing-masing bak pemeliharaan larva, untuk merendam beaker glass/pitcher yang akan digunakan selama masa pemeliharaan.  Gunakan satu alat untuk satu bak, baik itu beaker glass, pitcher maupun seser/net  guna mengurangi resiko kontaminasi antar bak.

II.               PEMELIHARAAN LARVA/POST LARVA

Proses produksi benur di hatchery dapat dijelaskan dengan bagan alir berikut ini :


1.      Tahap awal dari proses pemeliharaan larva/post larva di hatchery dimulai dengan melakukan pemindahan / transfer nauplii dari bagian MNPD  (Maturation & Nauplii Production Departement) ke bagian pemeliharaan benur (Fry Production Department)

2.      Selama masa pemeliharaan, larva udang windu mengalami beberapa kali pergantian stadia.  Dimulai dari menetasnya telur, larva melalui stadia Nauplii (2 hari), Zoea  (3 - 5 hari) dan Mysis (3 - 5 hari).  Nauplii melalui 6 sub stadia, Zoea dan Mysis masing-masing 3 sub stadia, dan stadia berikutnya adalah Post Larva (PL).  Identifikasi sub stadia pada stadia larva didasarkan atas karakteristik perubahan morfologi (gambar terlampir), sedangkan pada stadia  post  larva berdasarkan atas umur hari yang dihitung sejak sub stadia post larva-1 (PL-1).

3.      Selama masa pemeliharaan, dilakukan kegiatan pengamatan dan monitoring terhadap kondisi kesehatan larva/PL yang dipelihara, baik itu secara visual  (oleh bagian Fry Production, lihat form isian pengamatan harian) maupun secara mikroskopis  oleh bagian R&D (lihat SOP Fry Health Monitoring – R&D).  Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan larva / PL serta untuk dapat mendeteksi dan bertindak secara dini apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya infeksi penyakit dan penurunan kualitas air

4.      Sebelum benur mulai dipanen  (umumnya PL 11-PL 15), maka dilakukan pemeriksaan dan pengujian akhir di lab. Fry Quality Control (lihat SOP FQC-R&D) untuk mengetahui dan memutuskan layak tidaknya benur untuk di panen.  Hanya benur yang dinyatakan lolos pengujian saja yang dapat dikirim ke tambak.

Adapun detail kegiatan selama masa pemeliharaan adalah sebagai berikut :

2.1              PERSIAPAN AIR DAN PENEBARAN / AKLIMATISASI NAUPLII

Standar padat penebaran   nauplii yang diterapkan di CPB hatchery adalah 30-40 ekor/liter (4.0-4.5 juta nauplii untuk bak ukuran 120 ton, atau 2.0-2.5 juta nauplii untuk bak ukuran 60 ton).  Cara penebaran dan persiapan air awal  adalah sebagai berikut :

a.      Isi bak dengan air laut yang telah ditreatment  (filtrasi dan ozonisasi) sebanyak  ± 70% dari total kapasitas / volume bak pemeliharaan
b.      Buka saluran aerasi dan lakukan penyetelan besar kecilnya aerasi.  Usahakan gelembung yang dihasilkan tidak terlalu kuat dan  tidak terlalu lemah
c.      Lakukan pemeriksaan terhadap batu aerasi dan lakukan penggantian bila terdapat titik aerasi yang kurang kuat atau mati
d.      Lakukan pemberian EDTA2Na 3-5 ppm 6 (enam) jam sebelum nauplii ditebar dan antibiotik sesuai schedule (terlampir) 1 - 2 jam sebelum nauplii tebar
e.      Lakukan penebaran nauplii dengan cara :

Disinfeksi plastic berisi nauplii sebelum tebar (kiri) dan aklimatisasi nauplii di dalam bak pemeliharaan
-         Buka ikatan kantong plastik berisi nauplii dan bilas bagian luar kantong dengan larutan treflan 1 ppm
-         masukkan kantong-kantong plastik berisi nauplii ke dalam bak
-         berikan aerasi ke dalam kantong-kantong tersebut. Usahakan aerasi tidak terlalu besar sehingga mengakibatkan stress pada nauplii
-         tambahkan air dari bak ke dalam kantong sedikit demi sedikit untuk menyamakan suhu dan salinitas
-         Diamkan kantong dalam bak pemeliharaan ± 15 menit sampai tidak terdapat perbedaan suhu antara air pemeliharaan dan air dalam kantong (beda suhu yang diperbolehkan max. 1oC)
-         Perlahan-lahan, masukkan seluruh  nauplii dalam kantong ke dalam bak
f.       Lakukan pemberian Treflan 0.05 ppm ± 3 jam setelah nauplii di tebar sebagai tindak pencegahan terhadap serangan jamur
g.   Lakukan pemberian plankton / skeletonema sesuai kebutuhan setelah terjadi perubahan stadia nauplii ke stadia Zoea.

2.2              KEGIATAN PEMELIHARAAN 

2.2.1  Pemberian Pakan Alami

Pemberian pakan alami telah diketahui merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha pembenihan, karena jenis pakan tersebut belum sepenuhnya dapat digantikan oleh pakan buatan, terutama pada tahap-tahap awal pemeliharaan.  Pakan alami mengandung asam lemak essensial yang sangat menentukan pertumbuhan optimal dan kelangsungan hidup larva.

Proses persiapan pakan dan pemberian pakan di modul

Pakan alami yang diberikan selama masa pemeliharaan larva/PL udang windu terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu phytoplankton dan zooplankton (Artemia). Sedangkan untuk pemeliharaan udang putih ( L. Vannamei ) phytoplankton yang diberikan adalah jenis Chaetoceros karena phytoplankton tersebut memiliki ukuran sel yang lebih kecil ( 5 – 9 mikron ) mengingat kebutuhan jenis udang L. Vannamei yang memiliki ukuran mulut lebih kecil  dibanding dengan udang Windu. Kelebihan lain dari Chaetoceros adalah populasinya dapat tumbuh di media pemeliharaan.
Selama stadia nauplii, larva masih belum membutuhkan makanan dari luar, karena energi yang digunakan untuk aktifitasnya diperoleh dari cadangan kuning telur dalam tubuhnya.

A.  Pemberian Phytoplankton – Skeletonema sp.

Untuk menjamin ketersediaan makanan bagi larva begitu memasuki stadia Zoea-1 (Z-1), maka pada saat sub stadia N-6 Skeletonema sudah diberikan, kemudian untuk selanjutnya semngikuti aturan sebagai berikut :

a.   Plankton diberikan pada stadia Zoea sampai dengan PL-1.
b.   Frekuensi pemberian plankton adalah empat kali per hari (setiap 6 jam sekali).
c.   Jumlah plankton yang diberikan pada setiap stadia dibedakan sesuai dengan kebutuhan makannya (contoh program pemberian terlampir).
d.      Persiapan dan penyediaan plankton dapat dilakukan sesuai standar operasional yang telah ditetapkan (terlampir)
e.      Lakukan penebaran plankton ke dalam bak pemeliharaan  secara merata dengan menggunakan gayung pakan.

B.  Pemberian Phytoplankton –Chaetoceros sp.

Untuk pemberian pakan Cheatoceros mengingat ukurannya yang lebih kecil sehingga sulit untuk dipanen dengan metode filterisasi maka menggunakan metode transfer media budidayanya ke masing-masing bak pemeliharaan. Sedangkan untuk pemberian Chaetoceros  mengikuti aturan sebagai berikut :

a.   Plankton diberikan pada stadia Zoea-1 sampai dengan Zoea-3.
b.   Frekuensi pemberian plankton dapat diatur per hari dengan menjaga populasinya di media pemeliharaan ( 25.000 sampai 30.000 sel/mlt).
f.       Persiapan dan penyediaan plankton dapat dilakukan sesuai standar operasional yang telah ditetapkan oleh Dept. penyedia pakan alami.
g.      Lakukan penebaran plankton ke dalam bak pemeliharaan dengan menggunakan pompa secara merata melalui instalasi pipa.

C.  Pemberian Zooplankton Artemia

Pemberian pakan artemia adalah memberikan makanan nauplii artemia hidup ke media pemeliharaan, sehingga Zooplankton jenis Artemia sebelum di berikan ke media pemeliharaan terlebih dahulu untuk ditetaskan di media bak tersendiri. Adapun metode penetasan artemia adalah sebagai berikut :
           
a. Persiapan alat
           
1.      Jenis peralatan yang digunakan adalah :
-         Bak kultur  Volume 1.500 liter.
-         Tank fiber kerucut 500 liter (dengan dasar transparan).
-         Ember plastik 20 gallon (50 lt).
-         Seser artemia mesh-200.
-         Cyste Artemia
2.      Semua peralatan dan bak yang digunakan untuk kultur Artemia dicuci dengan menggunakan larutan detergent.
3.      Keringkan semua peralatan dan bak  setelah dicuci.  Untuk bak kultur harus dikeringkan selama sedikitnya 24 jam sebelum dipergunakan
4.      Khusus untuk seser, dicuci bersih dengan menggunakan air tawar, kemudian rendam dalam larutan formalin 1000 ppm selama 30 menit, selanjutnya dibilas sekali lagi dengan air tawar dan dikeringkan.


b. Persiapan air media

-          Pasang filter bag pada pipa pemasukan air laut
-         Buka kran air dan isi bak yang akan digunakan untuk kultur dengan air laut yang telah diozon dan disaring
-         Buka kran aerasi sehingga menghasilkan gelembung udara yang cukup besar untuk mengaduk cyste Artemia yang akan ditetaskan nantinya


c. Tahapan metode kultur

1.      Proses Hidrasi

-         Rendam cyste artemia dalam air tawar dengan perbandingan 1,5 kg cyste untuk 20 liter air selama 30-45 menit dan beri aerasi agak besar.
-         Hentikan aerasi selama 10-15 menit dan pisahkan cyste yang mengapung dengan menggunakan seser mesh-200. Cyste yang mengendap siap di-disinfeksi.
-         Cyste yang mengapung dapat diproses (didisinfeksi) secara terpisah.

2.      Proses Disinfeksi

-         Siapkan bahan disinfeksi yang berupa larutan kaporit 200 ppm dengan cara menimbang 3,3 gram kaporit dengan bahan aktive 60% dan melarutkannya dalam 10 liter air.
-         Gunakan larutan tersebut untuk merendam  1 kg cyste  Artemia yang sudah di-hidrasi dan ditiriskan selama 20 menit, kemudian beri aerasi kuat.
-         Cuci cyste dengan air tawar mengalir selama 10 menit atau sampai bau kaporit hilang, kemudian bilas dengan larutan Thiosulfate 50 ppm selama ± 5 menit.
-         Bilas sekali lagi dengan air tawar dan ditiriskan dengan menggunakan saringan mesh-200.

3.      Proses Penetasan

-         Masukkan cyste kedalam bak kultur dengan kepadatan 1-2 gram per liter.
-         Inkubasikan selama 24-30 jam dengan menggunakan aerasi kuat.
-         Setelah 24 jam, artemia yang sudah menetas siap untuk dipanen.

d.  Tahapan metode kultur

-         Pasang pipa panen pada lubang pengeluaran di dalam bak.  Pipa panen berukuran  1.5 inch dan dilengkapi dengan lubang-lubang kecil sepanjang    15-20 cm di bagian bawah untuk mengeluarkan nauplii yang dipanen
-         Matikan aerasi selama 20-30 menit untuk membiarkan cangkang naik ke permukaan air dan terpisah dari nauplii artemia yang menetas .
-         Selama item b. dilakukan, tutup bagian atas bak dengan penutup warna hitam untuk menghindari masuknya cahaya kedalam bak penetasan.  Cahaya yang masuk dapat mengakibatkan nauplii berenang ke permukaan (fototaksis positif) sehingga bercampur dengan cangkang dan akhirnya menyulitkan pemisahan dan pemanenan
-         Buka kran pengeluaran air yang terdapat disisi luar bak yang akan dipanen dan biarkan nauplii artemia keluar dengan kecepatan aliran air rendah-sedang.
-         Cuci nauplii artemia yang sudah terpanen dengan menggunakan air tawar yang mengalir selama ± 5-10 menit hingga nauplii bersih dari lendir.
-         Pindahkan nauplii artemia dalam fiber tank kerucut yang berisi air tawar 250-500 lt (untuk 1.5 – 2 kg cyste) dan beri aerasi kuat.
-         Beri  formalin  sampai  mencapai  dosis  1000 ppm dan  biarkan  selama       15-30  menit.
-         Matikan aerasi, dan tutup bagian atas fiber tank kerucut dengan plastik hitam agar kotoran/cangkang yang masih terikut pada proses pemanenan terdahulu  naik ke permukaan dan nauplii artemia turun ke bagian dasar tank fiber.  Lakukan proses ini selama 15-20 menit
-         Buka kran pada pipa pengeluaran dengan kecepatan aliran rendah–sedang sampai nauplii artemia terpanen dan cangkangnya tidak terikut lagi.
-         Cuci nauplii artemia dengan air tawar mengalir sekali lagi dan kemudian siap untuk pakan PL (post larva).


Tolok Ukur Kualitas Artemia Terpanen

1.      Hatching rate harus sesuai dengan spesifikasi (sesuai hasil uji laboratorium Life Feed Production & Experiment).
2.      Total penyusutan panen nauplii artemia  maksimal 10%.
3.      Cyste cangkang yang terbawa dalam pemanenan (sebelum diberikan untuk pakan PL) maksimal  5%.

Pemberian pakan nauplii artemia

Adapun pemberiam pakan nauplii artemia dengan mengikuti aturan sebagai berikut:

a.      Artemia diberikan pada stadia MPL sampai dengan PL panen.
b.      Frekuensi pemberian artemia adalah empat kali per hari (setiap 6 jam sekali).
c.      Jumlah total artemia yang diberikan  ±  5 kg per juta benur yang dihasilkan dengan contoh pemberian harian terlampir.
d.      Persiapan dan penyediaan artemia dapat dilakukan sesuai standar operasional yang telah ditetapkan
e.      Lakukan penebaran artemia ke dalam bak pemeliharaan  secara merata dengan menggunakan gayung pakan.


2.2.2  Pemberian Pakan Buatan

Pemberian pakan buatan (artificial feed) diberikan mulai stadia Zoea-1 sampai akhir masa pemeliharaan.  Pada produk-produk komersial biasanya telah ditetapkan dan direkomendasikan cara penyimpanan maupun jumlah yang harus diberikan pada setiap stadia.  Jenis pakan buatan yang digunakan adalah : CP Star 100, 200, 300 dan Spina 100 (Spirulina kering).

Yang harus diperhatikan dalam pemberian pakan buatan adalah pemberiannya tidak boleh berlebihan karena dapat menyebabkan kualitas media pemeliharaan menjadi buruk yang pada akhirnya dapat menjadi pemicu timbulnya suatu penyakit.  Oleh karena itu pemeriksaan rutin terhadap ketersediaan pakan harus dilakukan sebelum pemberian pakan dilakukan.

Di CPB Hatchery, pemeberian pakan buatan dilakukan sebanyak 8 kali dalam sehari dengan jumlah yang disesuaikan dengan kebutuhan (tergantung pada kemampuan makan larva/PL maupun  stadianya).  Adapun contoh feeding program yang diterapkan terlampir.

Langkah-langkah persiapan dan pemberian pakan buatan adalah sebagai berikut :
a.      Lihat tabel pemberian pakan yang telah di buat
b.      Sesuai dengan jam dan nomor bak, catat jumlah pakan yang diperlukan
c.      Timbang pakan bersama tempat (mangkuk) yang sudah diberi nomor bak yang akan diberi makan
d.      Satu per satu, tuang pakan ke dalam saringan pakan dengan ukuran sesuai kebutuhan, kemudian hancurkan serta larutkan di dalam air laut ± 10 lt yang sudah dipersiapkan di dalam ember (@ 5 gallon) agar ukuran partikel pakan sesuai dengan ukuran / bukaan mulut larva/PL
e.      Jenis saringan yang digunakan untuk melarutkan pakan bagi stadia Zoea, Mysis, PL1-PL5 masing-masing adalah mesh size 250, 200 dan 100.  Sementara setelah PL-5, pakan buatan tidak perlu dihancurkan, cukup dilarutkan dalam air laut
f.       Sebarkan makanan secara merata ke dalam bak pemeliharaan dengan menggunakan gayung
g.      Setelah selesai, cuci ember dan gayung hingga bersih dan atur / rapikan kembali ditempatnya masing-masing

2.2.3  Pengelolaan Kualitas Air

Menurunnya kualitas air di bak-bak pemeliharaan larva/PL umumnya disebabkan oleh terakumulasinya sisa pakan  maupun produk buangan benur itu sendiri (feces) sehingga menyebabkan peningkatan jumlah bakteri, kandungan Ammonia maupun H2S dalam air.  Untuk mempertahankan kualitas air selama masa produksi, diperlukan pengelolaan yang baik  sebagai berikut :

a.      Pada saat stadia larva (Z3 – M2) hanya dilakukan penambahan tanpa pergantian  air sebanyak  10-15% per hari, dengan cara memasang filter bag pada pipa pengeluaran air, kemudian membuka kran air sehingga mencapai kebutuhan yang diharapkan

b.   Pergantian air (water exchange) biasanya dilakukan pada pagi dan/atau sore hari, mulai stadia M3 sampai akhir masa pemeliharaan.
Pada prinsipnya pergantian air ini adalah untuk membuang  sebagian air yang mengandung metabolit dengan air baru yang lebih bersih.  Seringkali pergantian air ini dilakukan untuk memanipulasi lingkungan guna merangsang proses moulting benur.

Persentase volume pergantian air adalah sebagai berikut :
     
            Stadia                                      Water Exchange  
            M3 - PL3                                5 - 10 %
            PL3 - PL6                               10 - 20 %
            >  PL6                                     > 20 %           

Adapun langkah-langkah pergantian air adalah  :
-         Buka kran pengeluaran air yang terdapat di bagian bawah bak untuk membuang air sesuai dengan yang diinginkan
-         Selama proses pengeluaran air dilakukan, tarik tambang yang terdapat pada pipa pengeluaran/sirkulasi perlahan-lahan ke atas dan ke bawah agar proses pengeluaran kotoran dari dalam bak berjalan lancar.  Proses ini juga bertujuan agar saringan pada pipa pengeluaran / sirkulasi tetap dalam kondisi bersih dan tidak tersumbat oleh kotoran
-         Bila volume air yang dikeluarkan telah sesuai dengan yang diinginkan, tutup kran pengeluaran
-         Buka kran pada pipa pemasukan air laut / tawar yang telah dilengkapi dengan filter bag dan biarkan air mengalir dengan kecepatan sedang hingga penuh kembali


2.2.4   Pencegahan Penyakit dan Pengobatan

Penggunaan obat-obatan selama masa pemeliharaan sedapat mungkin dilakukan secara terbatas dengan cara yang tepat dan efisien. Untuk mencegah aplikasi atau penggunaan obat yang tidak tepat, utamanya penggunaan antibiotik, maka harus dilakukan pengujian terhadap sensitifitas obat dan penentuan dosis yang tepat  secara berkala (lihat SOP Microbiologi Lab. – Uji Sensitivitas antibiotik dan MIC/MBC).

 Untuk mencegah timbulnya suatu penyakit atau untuk mengontrol pertumbuhan bakteri di media pemeliharaan maupun sebagai usaha pengobatan, dapat digunakan beberapa macam obat dan bahan kimia seperti yang tertera di bawah ini

Jenis Obat/Bahan Kimia                    Target                              Dosis
Furazolidone                                     Anti bakteri                           1.5 - 3 ppm
Norfloxacin                                       Anti Bakteri                          1.5 – 3 ppm.
Oxytetracycline                                Anti bakteri                           3 – 5  ppm
Treflan (trifluralin)                          Anti jamur                             0.05 - 0.1 ppm
Formalin                                Desinfektan, anti protozoa             15 - 30 ppm


Untuk pengobatan dengan menggunakan antibiotik sedapat mungkin tidak dilakukan terus menerus dengan hanya satu jenis obat karena dapat menyebabkan resistensi.

Langkah-langkah persiapan dan pemberian obat adalah sebagai berikut :
a.      Lihat tabel atau catatan mengenai treatment yang akan dilakukan dan catat pula jadwalnya
b.      Ambil jenis obat yang akan diberikan, kemudian timbang dan ukur sesuai kebutuhan
c.      Larutkan dengan air tawar hingga homogen
d.      Untuk jenis obat yang sulit larut, lakukan penyaringan dan pengocokan dengan saringan 40-45mikron
e.      Encerkan larutan obat menjadi 15 lt untuk setiap 1-1.5 ppm obat atau 20 lt untuk 2-3 ppm obat, dan sebarkan merata ke seluruh bagian permukaan air dalam bak larva
f.       Cuci ember yang telah digunakan hingga bersih dan atur menjadi rapi kembali


2.2.5  Pengaturan Aerasi

Keberadaan oksigen di dalam media pemeliharaan sangat diperlukan untuk mendukung kehidupan larva/PL yang dipelihara.  Umumnya di hatchery digunakan blower sebagai alat untuk mensuplai oksigen ke seluruh bagian yang membutuhkan.  Selain itu alat ini berfungsi juga untuk meningkatkan diffusi oksigen dalam air, mempercepat penguapan gas-gas beracun dan membantu pengadukan makanan dalam bak-bak pemeliharaan larva sehingga tersebar merata dan tidak mengendap.  Hal ini sangat penting untuk diperhatikan, karena pengendapan sisa-sisa pakan dan kotoran (feces) akan memperburuk kualitas air dan dapat berakibat fatal (menimbulkan kematian) bagi larva/PL.  Disamping itu pengadukan makanan ini sangat dibutuhkan, mengingat  dalam fase hidupnya yaitu mulai stadia Nauplii sampai Mysis, larva masih bersifat planktonik (selalu melayang di kolom air).

Untuk mendukung sistem aerasi (supply oksigen) agar sesuai dengan yang diharapkan, maka selama masa pemeliharaan harus dilakukan pengaturan dan pemeriksaan dengan cara :

a.      Setiap selesai pemberian pakan, periksa besar kecil atau mati tidaknya  aerasi di setiap bak pemeliharaan
b.      Lakukan penyetelan ulang bila diperlukan (tidak sesuai dengan yang diharapkan)
c.      Lakukan pemeriksaan aerasi saat penurunan / pergantian air, sebab biasanya saat volume air berkurang, aerasi akan membesar.  Apabila tidak dilakukan pengontrolan dan penyetelan ulang, maka aerasi yang terlalu besar dapat mengaduk kotoran dari dasar bak ke kolom air yang dapat membahayakan kelangsungan hidup larva/PL.  Disamping itu aerasi yang terlalu besar dapat menyebabkan stress pada hewan peliharaan.


2.2.6  Pemeriksaan Kondisi Benur

Pengamatan kondisi benur harus dilakukan secara intensif setiap hari sejak stadia Nauplii sampai PL panen, baik secara mikroskopis di laboratorium (lihat SOP Fry Health Monitoring – R & D) maupun secara visual di lapangan.  Adapun pengamatan visual  dan pencatatan yang setiap hari harus dilakukan melalui tahap sebagai berikut  :

a.      Siapkan form “Monitoring Pemeliharaan Larva / PL” dan tempelkan pada setiap jendela bak pemeliharaan untuk diisi setiap hari
b.      Lakukan pemeriksaan terhadap suhu media pemeliharaan setiap pk. 08.00, 14.00, 20.00 dan 02.00 WIB.
Pemeriksaan terhadap kondisi suhu ini sangat penting untuk dilakukan sebab tinggi rendahnya suhu sangat berpengaruh terhadap aktifitas makan, proses metabolisme hewan peliharaan maupun proses moulting.  Suhu yang lebih tinggi dapat mempercepat proses-proses di atas.
c.      Lakukan pengukuran salinitas (kadar garam) air setiap hari, setelah pergantian atau penambahan air dilakukan.  Hal ini dimaksudkan untuk menentukan jumlah /volume air tawar yang akan ditambahkan apabila hendak menurunkan salinitas secara bertahap.  Sampai benur siap di panen, salinitas yang diharapkan adalah 25 ppt atau disesuaikan dengan kebutuhan tambak.
d.       Lakukan pengamatan dan pencatatan terhadap aktifitas larva / PL maupun keberadaan pakan dalam media pemeliharaan dengan cara :
-         Ambil media pemeliharaan dan benur dari dalam bak dengan mempergunakan beaker glass 500 lt. atau 1000 lt.
-         Amati dengan di tempat terang atau dengan mempergunakan lampu sorot, responnya terhadap cahaya (pada stadia larva) maupun aktifitas dan cara renangnya (pada stadia PL).  Respon terhadap cahaya dan aktifitas serta cara berenang larva/PL dapat menjadi salah satu indikator kondisi kesehatan benur.  Larva  yang lemah atau sakit terlihat tidak sensitif terhadap cahaya, sebaliknya larva yang sehat bersifat fototaktik positif terhadap cahaya.  Sementara  bila cara berenang  larva / PL tidak normal (misalnya berputar-putar  seperti gasing) bisa menjadi suatu indikator infeksi beberapa penyakit yang disebabkan oleh virus maupun parasit.
-         Amati keberadaan partikel makanan di dalam air dengan melihat kekeruhan maupun warnanya.  Hal ini penting untuk dilakukan agar pemberian pakan dapat sesuai dengan kebutuhan (tidak berlebih dan tidak kurang)
-         Lakukan pengamatan terhadap keberadaan feces di media pemeliharaan.  Terutama pada stadia Zoea, panjang-pendeknya feces dapat menjadi indikasi baik atau buruknya nafsu makan larva
-         Lakukan pengamatan terhadap kondisi fisik larva/PL dengan mengamati warna tubuh / pigmentasi  (cerah normal / pucat keputihan) serta abnormalitas morfologi-nya
e.      Lakukan pencatatan terhadap perlakuan yang diberikan yakni :
-         Dosis pengobatan yang dilakukan
-         Pendugaan estimasi populasi benur dalam bak
-         Jumlah penambahan ataupun pengurangan air laut/tawar yang dilakukan
-         Jumlah pakan alami/buatan yang diberikan


2.2.7  Pendugaan / Estimasi Populasi

Pendugaan jumlah populasi dilakukan pada setiap stadia untuk mengetahui kepadatan dan juga untuk mengetahui jumlah kematian.  Selain itu data hasil pendugaan populasi dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menentukan jumlah pakan yang akan diberikan.

Pendugaan populasi dilakukan dengan cara :
a.      Ambil sampel secara acak di 4 (empat) titik  dalam bak pemeliharaan dengan mempergunakan beaker glass 0.5 atau 1 liter
b.      Hitung jumlah larva/PL pada setiap pengambilan dan konversikan hasilnya dengan rumus sebagai berikut
              A



Jumlah benur dalam bak    =                                              X    B
                                                    Volume wadah sampel

Dimana    A  :  Rata-rata jumlah larva/PL dari sampel yang diambil
                  B  :  Volume air dalam bak pemeliharaan (liter)

Saat benur memasuki stadia PL (terutama > PL5), biasanya agak sulit mendapatkan contoh / sampel yang mewakili karena sifatnya yang mulai benthik (menempel di dasar atau di dinding bak), sehingga pengambilan sampel dilakukan agak di dasar.  Namun bila masih sulit, maka dilakukan pendugaan dengan jalan  mengurangi  2-3% dari total populasi pada stadia sebelumnya, dengan asumsi bahwa rata-rata mortalitas per hari selama masa pemeliharaan adalah 2-3%


2.2.8           Sanitasi

Kegiatan ini dilakukan untuk mencegah dan mengurangi resiko terjadinya penularan dan terjangkitnya suatu penyakit dari unit kerja satu dengan unit kerja yang lain atau dari bak yang satu dengan yang lain.

Sanitasi dapat dilakukan terhadap ruangan atau peralatan bahkan terhadap bak-bak yang bermasalah (misalnya harus dibuang karena terjangkit suatu penyakit / virus)

Adapun kegiatan ini meliputi  :

A.       Sanitasi Ruangan dan Peralatan

a.        Lakukan penggelontoran lantai ruangan modul dengan larutan kaporit 100 ppm setiap 3 ( tiga) hari sekali
b.        Lakukan penggantian larutan disinfeksi (Formalin 500 ppm ataau PK 10 ppm) untuk merendam dan membilas alat-alat yang digunakan di setiap bak setiap 2 hari sekali.
c.        Lakukan penggantian larutan kaporit 100 ppm atau PK 10 ppm dalam foot bath yang terdapat di depan setiap ruangan pemeliharaan setiap hari
d.        Pastikan bahwa setiap orang yang akan masuk ke ruang pemeliharaan melewati foot bath tersebut
e.        Pastikan bahwa penggunaan alat yang digunakan di setiap bak adalah tersendiri, atau bila tidak memungkinkan, pastikan bahwa bila alat digunakan untuk beberapa bak, di setiap pergantian bak dilakukan pembilasan atau pencucian alat tersebut terlebih dahulu ke dalam larutan disinfektan yang disediakan

B.   Sanitasi terhadap bak-bak yang bermasalah

Bila terjadi infeksi penyakit yang disebabkan oleh virus MBV atau SEMBV, Jamur Leginidium atau Sirolpidium maka lakukan langkah-langkah berikut ini  :

a.        Masukkan semua peralatan yang digunakan di bak tersebut ke dalam bak yang bermasalah (seperti ember perendam alat, pitcher dan seser)
b.        Tebar larutan kaporit dengan dosis 500 ppm secara merata di bak yang bermasalah, hidupkan aerasi ± 3 menit
c.        Matikan aerasi
d.        Tutup rapat bak tersebut dan biarkan selama 3 (tiga) hari. Selama kurun waktu tersebut personil modul dilarang membuka bak untuk menghindari kontaminasi
e.        Setelah itu buang seluruh isi bak dengan membuka kran pembuangan
f.         Segera cuci bak dengan larutan detergent, bilas dengan air tawar dan keringkan.

Untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri, perlakuan di atas dapat diterapkan, akan tetapi perendaman dengan larutan kaporit cukup dilakukan selama 24 jam.

2.3  PEMANENAN

2.3.1  Persiapan Panen

A.  Alat dan Bahan Pendukung :

No
ALAT
SPESIFIKASI
DIGUNAKAN UNTUK




2.
Ember
50 lt, Ø 50 cm
Menghitung benur




5.
Seser benur
Ø 30 cm, mesh size 56
Menyerok benur




9.
Gayung hatchery
Ø 8.5 inch






Net panen
Ukuran
Menampung benur di bak panen
25.
Ember
Ukuran 3 gallon
Membawa benur dari bak ke packing area

B.  Penurunan air bak 
a.      Lakukan penurunan air di bak pemeliharaan yang akan dipanen sampai tersisa ± 25% dari total volume bak
b.      Waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan air di bak panen sebelum mulai diseser adalah 3 (tiga) jam untuk bak besar (120 ton) dan 2 jam untuk bak kecil (60 ton).
c.      Pasang rangka dan jaring/net panen pada pipa pembuangan di luar bak
d.      Tutup sebagian siring (jalan air) yang terdapat di dalam bak panen dengan papan sampai ketinggian tertentu agar air tetap tergenang.  Hal ini dilakukan untuk menghindari terlalu kencangnya tekanan air yang keluar dari bak dan juga untuk menjaga agar benur yang akan dikeluarkan nantinya tetap berada / terendam dalam air
e.      Cabut  pipa saluran pembuangan / saringan dalam bak agar benur dapat keluar.

2.3.2           Pemanenan Benur

A. Penyeseran 

a.      Siapkan rangka panen yang terbuat dari stainless steel dan dilengkapi dengan net panen mesh 56.
b.      Siapkan seser benur (hand catch net, ember untuk mentransfer benur, tabung oksigen terisi, baskom dan selang  0.5 inch  untuk penyiponan.

c.      Benur yang keluar dan tertampung dalam net panen diseser/serok dengan menggunakan hand catch net mesh 56, kemudian tampung dalam ember transfer.
.
B.     Pemindahan benur/ Transfer 

a.      Siapkan dan isi  ember transfer (volume 3 gallon) dengan air dari bak asal  ± ¾ bagian dan injeksi dengan oksigen dari tabung yang telah disiapkan selama kurang lebih 2 menit untuk meningkatkan DO (kadar oksigen terlarut) menjadi ³ 12 ppm.  Lakukan injeksi Oksigen tersebut dengan aerasi sedang
b.      Kepadatan benur per ember +/- 50.000 ekor untuk udang windu dan +/- 100.000 ekor untuk benur L. vannamei
c.      Bawa ember berisi benur tersebut ke packing area dan masukkan ke fiber penampungan benur yang sudah disiapkan dengan kepadatan maksimal 500.000 ekor benur per tank.

Penyeseran benur pada bak panen  di modul (kiri) dan transfer benur ke bak penampungan di packing area (kanan)

C.     Akilimatisasi / Penyesuaian kondisi 

a.      Pindahkan benur dengan mempergunakan hand catch net mesh 56 dari fiber penampungan ke tank aklimatisasi-I (26oC) dan tampung di dalam net aklimatisasi dengan kepadatan maksimal 100.000 ekor benur.
b.      Lakukan penyesuaian suhu (aklimatisasi) minimal  selama dua menit. Selanjutnya  pindahkan ke net aklimatisasi berikutnya (24oC dan 23oC)dengan rentang waktu yang sama.
c.      Pada masing-masing net aklimatisasi, lengkapi dengan aerasi oksigen murni dan aerasi blower untuk mensupply oksigen bagi benur
d.      Serok benur dari net aklimatisasi terakhir dengan hand catch net mesh 56, kemudian lakukan  penakaran

D.    Penakaran / Scooping 

a.      Lakukan ujicoba penakaran untuk memberikan perkiraan ukuran takarannya terhadap benur yang akan di panen
  1. Penakaran (scooping) benur  dengan  menggunakan  saringan/takaran dan masukkan kedalam kantong benur yang sudah terisi air laut ± 8 liter.  Kepadatan benur per takar (atau per kantong) adalah 4 – 7 ribu ekor.
  2. Selama dilakukan penakaran, posisi seser (hand catch net) harus tetap terendam air dan lengkapi dengan aerasi pada bagian luar seser agar supply oksigen tetap terjamin

Aklimatisasi (kiri) dan scooping benur (kanan) di packing area


2.3.3  Pendugaan Jumlah Benur (Estimasi) Per kantong

Untuk mengetahui jumlah atau hasil panen, maka dilakukan pendugaan atau estimasi panen dengan cara  :

a.   Ambil secara acak kantong-kantong plastik yang telah berisi benur yang sudah di takar sebanyak 3 kantong.  Untuk meningkatkan akurasi pendugaan, maka lakukan pngambilan sampel tersebut pada saat awal, pertengahan dan akhir penakaran (scooping)
b.   Hitung benur pada masing-masing kantong
c.   Estimasi  per kantong   ditetapkan  sebagai  jumlah  minimum  dari tiga sample yang diambil (untuk penjualan ke Free Market) dan nilai rata-rata dari 3 kali penghitungan (untuk pengiriman ke Amarta).
d.   Apabila pemanenan  satu  bak terbagi dalam beberapa  tujuan  dengan  estimasi per kantong berbeda, maka  penghitungan dilakukan pada setiap pergantian estimasi per kantong.
e.      Lakukan pendugaan total jumlah benur terpanen per bak dengan cara mengkonversikan (mengalikan) jumlah benur per kantong dengan total jumlah kantong (box) secara keseluruhan

2.3.4   Disinfeksi Peralatan Panen

Untuk menjaga kebersihan dan mencegah kontaminasi penyakit yang dapat disebabkan oleh pemakaian alat-alat yang sama, maka setiap kali pemanenan selesai harus dilakukan disinfeksi terhadap seluruh alat dan perlengkapan yang digunakan sebelum dipergunakan kembali pada kegiatan  panen berikutnya.
Disinfeksi peralatan dilakukan dengan cara :
a.   Rendam seser (hand catch net), net aklimatisasi, scoop panen, mangkok pisin, gayung   dan  selang aerasi dalam larutan Formalin 200 ppm atau PK (Potassium Permanganat) 10 ppm selama sedikitnya 8 jam lalu kering udarakan.
b.   Rendam ember dan tank fiber dengan larutan PK 10 ppm sedikitnya dengan waktu yang sama lalu keringkan
a.      Pada kondisi tertentu, misalnya terjadi outbreak penyakit terutama yang disebabkan oleh virus, maka lakukan penggelontoran lantai di packing area dengan larutan kaporit 1000 ppm lalu biarkan sedikitnya selama 24 jam.
b.      Lakukan pengeringan terhadap tank-tank fiber yang dipergunakan untuk panen secara berkala (minimal 2 hari sekali) di bawah terik sinar matahari untuk lebih menyempurnakan sistem sanitasi yang dijalankan.

Penghitungan benur / sampling

III.            PENGERINGAN

Proses pengeringan dimulai setelah panen dilakukan dengan maksud untuk mengembalikan kondisi bak seperti semula (bersih, steril / bebas penyakit) sebelum siap dipergunakan kembali.   Umumnya masa pengeringan dilakukan selama 2 minggu.

Adapun proses pengeringan bak pemeliharaan dilakukan dengan cara :
a.      Cabut batu aerasi dan timah pemberat segera setelah proses panen selesai dan lakukan perendaman dengan detergent selama 24 jam, selanjutnya dilakukan pencucian dan pembilasan dengan air tawar.
b.      Jemur batu aerasi dan timah tersebut  didalam modul (ruang pemeliharaan) sampai kering.
c.      Lepas selang aerasi dari dalam bak, lakukan pencucian dengan deterjen dan air laut
d.      Rendam selang aerasi tersebut dalam larutan formalin 1000 ppm selama 24 jam dan selanjutnya lakukan penjemuran sampai kering.
e.   Lakukan pencucian bak pemeliharaan dengan larutan detergent dan bilas dengan air tawar.
f.    Buka terpal penutup bak agar permukaan lantai dan dinding bak langsung terkena sinar matahari dan biarkan kering.
g.   Lakukan pencucian seluruh peralatan pendukung operasional pemeliharan benur seperti  ember, gayung pakan, mangkok pisin, beaker glass, seser, pitcher, filter bag, saringan sirkulasi, pipa sirkulasi dan pipa saluran pembuangan dengan larutan detergent.  Selanjutnya dikering udarakan.
h.   Lakukan penggelontoran terhadap dinding dan lantai bak serta lantai ruangan pemeliharaan dengan larutan kaporit 1000 ppm dan biarkan sampai akan digunakan kembali.