DAFTAR ISI
I.
PERSIAPAN
1.1.
Penyiapan Bahan
dan Alat Produksi
1.2.
Instalasi Terpal
dan Aerasi
1.3.
Fumigasi
1.4.
Pencucian Bak,
Peralatan dan Sanitasi
II.
PEMELIHARAAN LARVA / POST LARVA
2.1.
Persiapan Air dan
Penebaran Nauplii
2.2.
Kegiatan
Pemeliharaan
2.2.1.
Pemberian Pakan
Alami
2.2.2.
Pemberian Pakan
Buatan
2.2.3.
Pengelolaan
Kualitas Air
2.2.4.
Pencegahan
Penyakit dan Pengobatan
2.2.5.
Pengaturan Aerasi
2.2.6.
Pemeriksaan
Kondisi Benur
2.2.7.
Pendugaan / Estimasi
Populasi
2.2.8.
Sanitasi
2.3.
Pemanenan
2.3.1.
Persiapan Panen
2.3.2.
Pemanenan Benur
2.3.3.
Pendugaan Jumlah
Benur (Estimasi) Per kantong
2.3.4.
Disinfeksi
Peralatan Panen
III.
PENGERINGAN
![]() |
STANDAR OPERASIONAL
PROSEDUR
DIVISI BREEDING OPERATION
|
Policy No:
|
FRY PRODUCTION DEPARTMENT
|
Secara
umum kegiatan di Fry Production dikelompokkan dalam tahapan sebagai berikut :
1. Persiapan Produksi
2. Proses Produksi Benur
3. Pengeringan
I. KEGIATAN
PERSIAPAN
1.1
Penyiapan Bahan
dan Alat Produksi
Jenis
bahan dan alat :
a. Pakan :
Artemia Cyst, Spina, CP Star 100, 200 dan 300

Pakan alami artemia (kiri)
dan pakan buatan (kanan)
b. Bahan Kimia :
CaOCl2 (kaporit), Formalin teknis, KMnO4, Na2SiO3
(Solution), Skelon Longmen,
Urea, TSP, NPK, KCl, Vitamin B12, Vitamin H, Shrimp Lineng, EDTA2Na, Sodium
Bikarbonat, Vitamin C (Ascorbic Acid Soluble)
c. Obat-obatan : Antibiotik (Oxytetracyclin, Norfloxacin,
Nitrofurazone),
Anti jamur (Trifluralin)
d. Bahan tambahan lainnya :
Prise VS-100, Probiotik
e. Alat-alat :
No.
|
Peralatan
|
Spesifikasi
|
1.
|
Ember plastik 5 gallon
|
Ukuran 5 gallon
|
2.
|
Gayung hatchery
|
Ø 8.5 inchi
|
3.
|
Pitcher / Beaker Glass
|
Ukuran 500 – 1000 ml
|
4.
|
Saringan pakan (mesh size 150, 250, 300, 56)
|
Ukuran 40 x 20 cm2
|
5.
|
Saringan artemia
|
Ø 30 cm mesh size 150 (100-110 micron)
|
6.
|
Seser benur
|
Mesh 56 / 600-625 Micron (Ø 30 cm)
|
7.
|
Net panen
|
Ukuran 70 x 90 x 75 xm mesh 56 / 600-625 micron
|
8.
|
Pipa goyang / pipa pembuangan air
|
Ukuran 200 x 230 cm, Ø 30 inchi yang dilengkapi
dengan saringan mesh 56 ukuran 230 x 250, Ø 30 cm
|
9.
|
Pisin (mangkok plastik)
|
Ø 5.5 inchi
|
10.
|
Timbangan pakan
|
Mettler Toledo PB 802 atau yang sejenis dengan ketepatan
1 desimal
|
11.
|
Rich Filter bag 6” – Green Marine
|
Ukuran 88 cm x 30 cm
|
12.
|
Selang aerasi
|
Green marine Ø ¼ inch
|
13.
|
Batu aerasi dan timah pemberat aerasi (@ 100 gr)
|
|

Kerangka / net panen dan
gayung hatchery untuk pemberian pakan
Langkah-langkah :
1. Inventarisasi stock bahan
dan alat di gudang dan yang sudah ada di hatchery
2. Berdasarkan rencana
produksi, lengkapi semua kebutuhan bahan dan alat yang masih kurang
3. Lakukan perbaikan terhadap
alat-alat yang rusak
1.2
Instalasi
terpal dan Aerasi
a. Lakukan pemasangan terpal ( ukuran 8 m x 9.5 m )di atas setiap bak
yang akan dioperasionalkan, pastikan tidak ada cahaya yang masuk kedalam bak
melalui celah-celah terpal.
b. Lakukan pemasangan selang aerasi dan urutkan
sesuai posisi serta atur jarak antar titik selang (40-50 cm)
c. Lakukan pemasangan timah pemberat dan batu
aerasinya. Pastikan jarak batu aerasi dengan lantai/dasar bak ± 5-10
cm.
d. Sehari sebelum pengisian
nauplii, lakukan perendaman batu aerasi yang sudah diatur posisinya seperti
tersebut di atas, kemudian buka pipa udara selama ± 15 menit.
e. Lakukan pengecekan terhadap
batu aerasi yang tidak berfungsi (tersumbat atau gelembung udara yang
dikeluarkan terlalu besar), dan lakukan penggantian batu aerasi bila hal tersebut
terjadi.
f. Setelah batu aerasi
dipastikan berfungsi baik, buang air rendaman.
Bilas bagian sisi dalam bak
dengan air tawar dan keringkan
g. Lakukan pemasangan saringan
pembuangan air/sirkulasi (mesh 56) pada pipa pembuangan/sirkulasi. Pastikan
saringan tersebut tidak robek/rusak.
h. Pasang pipa tersebut di atas
pada lubang pengeluaran di dalam bak
i.
Bak siap untuk digunakan

Sistem aerasi bak
pemeliharaan larva / PL (kiri), pipa sirkulasi / ganti air (kanan)
1.3
Fumigasi
Proses fumigasi dilakukan
untuk sterilisasi ruangan dengan cara mencampur Potassium permanganat dengan
formalin. Gas yang dihasilkan dari
pencampuran ke-dua bahan tersebut dapat membunuh organisme-organisme patogen
yang berada di dalam ruangan (misalnya bakteri)
yang dapat membahayakan kelangsungan hidup benur yang dipelihara
Fumigasi di ruangan modul
dan bagian dalam bak pemeliharaan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Siapkan ember/kaleng, gayung
, KMnO4 dan Formalin teknis
b. Masukkan 0.5 kg KMnO4 ke dalam kaleng dan letakkan di 6 (enam) titik
dalam ruangan modul/bagian luar bak serta masing-masing satu titik di dalam bak
pemeliharaan.
c. Secara bersama-sama dan
hati-hati, masukkan formalin teknis sebanyak 1 lt ke dalam setiap kaleng
tersebut
d. Tutup rapat ruangan setiap
bak dan ruangan tersebut, lalu biarkan sedikitnya selama 24 jam
e. Proses fumigasi dapat
dilakukan 2-3 kali tergantung lamanya masa pengeringan dan persiapan
1.4
Pencucian Bak,
Peralatan dan Sanitasi
a. Setelah fumigasi dilakukan, lakukan pencucian
bak dan alat sirkulasi dengan larutan detergent kemudian keringudarakan.
b. Lakukan perendaman seluruh
peralatan pendukung operasional dengan larutan Kaporit 100 ppm selama
sedikitnya 24 jam, kemudian lakukan pencucian dengan detergent, lalu dikeringudarakan sebelum digunakan.
c. Siapkan larutan kaporit 100
ppm atau larutan Potassium Permanganat (PK) 10 ppm pada tempat cuci kaki (foot
bath) di depan ruang pemeliharaan larva
d. Siapkan larutan formalin 200
ppm atau PK 10 ppm di dalam ember 5 gallon dan tempatkan di depan masing-masing
bak pemeliharaan larva, untuk merendam beaker glass/pitcher yang akan digunakan
selama masa pemeliharaan. Gunakan satu
alat untuk satu bak, baik itu beaker glass, pitcher maupun seser/net guna mengurangi resiko kontaminasi antar bak.
II.
PEMELIHARAAN LARVA/POST LARVA
Proses produksi benur di hatchery dapat dijelaskan
dengan bagan alir berikut ini :

1. Tahap awal dari proses
pemeliharaan larva/post larva di hatchery dimulai dengan melakukan pemindahan /
transfer nauplii dari bagian MNPD
(Maturation & Nauplii Production Departement) ke bagian pemeliharaan
benur (Fry Production Department)
2. Selama
masa pemeliharaan, larva udang windu mengalami beberapa kali pergantian
stadia. Dimulai dari menetasnya telur,
larva melalui stadia Nauplii (2 hari), Zoea
(3 - 5 hari) dan Mysis (3 - 5 hari).
Nauplii melalui 6 sub stadia, Zoea dan Mysis masing-masing 3 sub stadia,
dan stadia berikutnya adalah Post Larva (PL).
Identifikasi sub stadia pada stadia larva didasarkan atas karakteristik
perubahan morfologi (gambar terlampir), sedangkan pada stadia post
larva berdasarkan atas umur hari yang dihitung sejak sub stadia post
larva-1 (PL-1).
3. Selama
masa pemeliharaan, dilakukan kegiatan pengamatan dan monitoring terhadap
kondisi kesehatan larva/PL yang dipelihara, baik itu secara visual (oleh bagian Fry Production, lihat form isian
pengamatan harian) maupun secara mikroskopis
oleh bagian R&D (lihat SOP Fry Health Monitoring – R&D). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
perkembangan larva / PL serta untuk dapat mendeteksi dan bertindak secara dini
apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya infeksi penyakit dan
penurunan kualitas air
4. Sebelum
benur mulai dipanen (umumnya PL 11-PL
15), maka dilakukan pemeriksaan dan pengujian akhir di lab. Fry Quality Control
(lihat SOP FQC-R&D) untuk mengetahui dan memutuskan layak tidaknya benur
untuk di panen. Hanya benur yang
dinyatakan lolos pengujian saja yang dapat dikirim ke tambak.
Adapun
detail kegiatan selama masa pemeliharaan adalah sebagai berikut :
2.1
PERSIAPAN AIR DAN PENEBARAN / AKLIMATISASI
NAUPLII
Standar padat penebaran nauplii yang diterapkan di CPB hatchery
adalah 30-40 ekor/liter (4.0-4.5 juta nauplii untuk bak ukuran 120 ton, atau
2.0-2.5 juta nauplii untuk bak ukuran 60 ton).
Cara penebaran dan persiapan air awal
adalah sebagai berikut :
a. Isi
bak dengan air laut yang telah ditreatment
(filtrasi dan ozonisasi) sebanyak
±
70% dari total kapasitas / volume bak pemeliharaan
b. Buka
saluran aerasi dan lakukan penyetelan besar kecilnya aerasi. Usahakan gelembung yang dihasilkan tidak
terlalu kuat dan tidak terlalu lemah
c. Lakukan
pemeriksaan terhadap batu aerasi dan lakukan penggantian bila terdapat titik
aerasi yang kurang kuat atau mati
d. Lakukan
pemberian EDTA2Na 3-5 ppm 6 (enam) jam sebelum nauplii ditebar dan antibiotik
sesuai schedule (terlampir) 1 - 2 jam sebelum nauplii tebar
e. Lakukan
penebaran nauplii dengan cara :

Disinfeksi
plastic berisi nauplii sebelum tebar (kiri) dan aklimatisasi nauplii di dalam bak
pemeliharaan
-
Buka ikatan kantong plastik berisi nauplii dan bilas
bagian luar kantong dengan larutan treflan 1 ppm
-
masukkan kantong-kantong plastik berisi nauplii ke
dalam bak
-
berikan aerasi ke dalam kantong-kantong tersebut.
Usahakan aerasi tidak terlalu besar sehingga mengakibatkan stress pada nauplii
-
tambahkan air dari bak ke dalam kantong sedikit demi
sedikit untuk menyamakan suhu dan salinitas
-
Diamkan kantong dalam bak pemeliharaan ± 15
menit sampai tidak terdapat perbedaan suhu antara air pemeliharaan dan air
dalam kantong (beda suhu yang diperbolehkan max. 1oC)
-
Perlahan-lahan, masukkan seluruh nauplii dalam kantong ke dalam bak
f. Lakukan pemberian Treflan
0.05 ppm ± 3 jam setelah nauplii di
tebar sebagai tindak pencegahan terhadap serangan jamur
g. Lakukan pemberian plankton / skeletonema sesuai kebutuhan setelah
terjadi perubahan stadia nauplii ke stadia Zoea.
2.2
KEGIATAN PEMELIHARAAN
2.2.1 Pemberian Pakan Alami
Pemberian pakan alami telah
diketahui merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha pembenihan,
karena jenis pakan tersebut belum sepenuhnya dapat digantikan oleh pakan
buatan, terutama pada tahap-tahap awal pemeliharaan. Pakan alami mengandung asam lemak essensial
yang sangat menentukan pertumbuhan optimal dan kelangsungan hidup larva.

Proses persiapan pakan dan
pemberian pakan di modul
Pakan alami yang diberikan
selama masa pemeliharaan larva/PL udang windu terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu
phytoplankton dan zooplankton (Artemia). Sedangkan untuk pemeliharaan udang putih ( L. Vannamei )
phytoplankton yang diberikan adalah jenis Chaetoceros karena phytoplankton
tersebut memiliki ukuran sel yang lebih kecil ( 5 – 9 mikron ) mengingat
kebutuhan jenis udang L. Vannamei yang memiliki ukuran mulut lebih kecil dibanding dengan udang Windu. Kelebihan lain
dari Chaetoceros adalah populasinya dapat tumbuh di media pemeliharaan.
Selama stadia nauplii, larva masih belum
membutuhkan makanan dari luar, karena energi yang digunakan untuk aktifitasnya
diperoleh dari cadangan kuning telur dalam tubuhnya.
A. Pemberian Phytoplankton – Skeletonema sp.
Untuk menjamin ketersediaan
makanan bagi larva begitu memasuki stadia Zoea-1 (Z-1), maka pada saat sub
stadia N-6 Skeletonema sudah
diberikan, kemudian untuk selanjutnya semngikuti aturan sebagai berikut :
a. Plankton diberikan pada stadia Zoea sampai
dengan PL-1.
b. Frekuensi pemberian plankton adalah empat
kali per hari (setiap 6 jam sekali).
c. Jumlah plankton yang diberikan pada setiap
stadia dibedakan sesuai dengan kebutuhan makannya (contoh program pemberian
terlampir).
d. Persiapan dan penyediaan
plankton dapat dilakukan sesuai standar operasional yang telah ditetapkan
(terlampir)
e. Lakukan penebaran plankton
ke dalam bak pemeliharaan secara merata
dengan menggunakan gayung pakan.
B. Pemberian
Phytoplankton –Chaetoceros sp.
Untuk pemberian pakan Cheatoceros mengingat
ukurannya yang lebih kecil sehingga sulit untuk dipanen dengan metode
filterisasi maka menggunakan metode transfer media budidayanya ke masing-masing
bak pemeliharaan. Sedangkan untuk pemberian Chaetoceros mengikuti aturan sebagai berikut :
a. Plankton diberikan pada stadia Zoea-1 sampai dengan Zoea-3.
b. Frekuensi pemberian plankton dapat diatur per hari dengan menjaga
populasinya di media pemeliharaan ( 25.000 sampai 30.000 sel/mlt).
f. Persiapan dan penyediaan plankton dapat
dilakukan sesuai standar operasional yang telah ditetapkan oleh Dept. penyedia
pakan alami.
g. Lakukan penebaran plankton ke dalam bak
pemeliharaan dengan menggunakan pompa secara merata melalui instalasi pipa.
C. Pemberian Zooplankton Artemia
Pemberian pakan artemia adalah memberikan
makanan nauplii artemia hidup ke media pemeliharaan, sehingga Zooplankton jenis
Artemia sebelum di berikan ke media pemeliharaan terlebih dahulu untuk ditetaskan
di media bak tersendiri. Adapun metode penetasan artemia adalah sebagai berikut
:
a. Persiapan alat
1.
Jenis peralatan yang digunakan adalah :
-
Bak kultur Volume 1.500 liter.
-
Tank fiber kerucut 500 liter (dengan dasar transparan).
-
Ember plastik 20 gallon (50 lt).
-
Seser artemia mesh-200.
-
Cyste Artemia
2. Semua peralatan
dan bak yang digunakan untuk kultur Artemia dicuci dengan menggunakan larutan
detergent.
3. Keringkan semua peralatan dan bak setelah dicuci. Untuk bak kultur harus dikeringkan selama
sedikitnya 24 jam sebelum dipergunakan
4. Khusus untuk seser, dicuci bersih
dengan menggunakan air tawar, kemudian rendam dalam larutan formalin 1000 ppm
selama 30 menit, selanjutnya dibilas sekali lagi dengan air tawar dan
dikeringkan.
b. Persiapan air
media
-
Pasang filter bag pada
pipa pemasukan air laut
-
Buka kran air dan isi bak yang akan digunakan untuk kultur
dengan air laut yang telah diozon dan disaring
-
Buka kran aerasi
sehingga menghasilkan gelembung udara yang cukup besar untuk mengaduk cyste Artemia
yang akan ditetaskan nantinya
c. Tahapan metode
kultur
1. Proses Hidrasi
-
Rendam cyste artemia dalam air tawar dengan perbandingan 1,5
kg cyste untuk 20 liter air selama 30-45 menit dan beri aerasi agak besar.
-
Hentikan aerasi selama 10-15 menit dan pisahkan cyste yang
mengapung dengan menggunakan seser mesh-200. Cyste yang mengendap siap
di-disinfeksi.
-
Cyste yang mengapung dapat diproses (didisinfeksi) secara
terpisah.
2. Proses Disinfeksi
-
Siapkan bahan disinfeksi yang berupa larutan kaporit 200 ppm
dengan cara menimbang 3,3 gram kaporit dengan bahan aktive 60% dan
melarutkannya dalam 10 liter air.
-
Gunakan larutan tersebut untuk merendam 1 kg cyste
Artemia yang sudah di-hidrasi dan ditiriskan selama 20 menit, kemudian
beri aerasi kuat.
-
Cuci cyste dengan air tawar mengalir selama 10 menit atau
sampai bau kaporit hilang, kemudian bilas dengan larutan Thiosulfate 50 ppm
selama ± 5 menit.
-
Bilas sekali lagi dengan air tawar dan ditiriskan dengan
menggunakan saringan mesh-200.
3. Proses Penetasan
-
Masukkan cyste kedalam bak kultur dengan kepadatan 1-2 gram
per liter.
-
Inkubasikan selama 24-30 jam dengan menggunakan aerasi kuat.
-
Setelah 24 jam, artemia yang sudah menetas siap untuk
dipanen.
d.
Tahapan metode kultur
-
Pasang pipa panen pada lubang pengeluaran di dalam bak. Pipa panen berukuran 1.5 inch dan dilengkapi dengan lubang-lubang
kecil sepanjang 15-20 cm di bagian
bawah untuk mengeluarkan nauplii yang dipanen
-
Matikan aerasi selama 20-30 menit untuk membiarkan cangkang
naik ke permukaan air dan terpisah dari nauplii artemia yang menetas .
-
Selama item b. dilakukan, tutup bagian atas bak dengan
penutup warna hitam untuk menghindari masuknya cahaya kedalam bak
penetasan. Cahaya yang masuk dapat
mengakibatkan nauplii berenang ke permukaan (fototaksis positif) sehingga
bercampur dengan cangkang dan akhirnya menyulitkan pemisahan dan pemanenan
-
Buka kran pengeluaran air yang terdapat disisi luar bak yang
akan dipanen dan biarkan nauplii artemia keluar dengan kecepatan aliran air
rendah-sedang.
-
Cuci nauplii artemia yang sudah terpanen dengan menggunakan
air tawar yang mengalir selama ± 5-10 menit hingga nauplii bersih dari lendir.
-
Pindahkan nauplii artemia dalam fiber tank kerucut yang
berisi air tawar 250-500 lt (untuk 1.5 – 2 kg cyste) dan beri aerasi kuat.
-
Beri formalin sampai
mencapai dosis 1000 ppm dan
biarkan selama 15-30
menit.
-
Matikan aerasi, dan tutup bagian atas fiber tank kerucut
dengan plastik hitam agar kotoran/cangkang yang masih terikut pada proses
pemanenan terdahulu naik ke permukaan
dan nauplii artemia turun ke bagian dasar tank fiber. Lakukan proses ini selama 15-20 menit
-
Buka kran pada pipa pengeluaran dengan kecepatan aliran
rendah–sedang sampai nauplii artemia terpanen dan cangkangnya tidak terikut
lagi.
-
Cuci nauplii artemia dengan air tawar mengalir sekali lagi
dan kemudian siap untuk pakan PL (post larva).
Tolok Ukur
Kualitas Artemia Terpanen
1.
Hatching rate harus sesuai dengan spesifikasi (sesuai hasil
uji laboratorium Life Feed Production & Experiment).
2.
Total penyusutan panen nauplii artemia maksimal 10%.
3.
Cyste cangkang yang terbawa dalam pemanenan (sebelum
diberikan untuk pakan PL) maksimal 5%.
Pemberian pakan nauplii artemia
Adapun pemberiam pakan nauplii artemia dengan mengikuti aturan sebagai
berikut:
a. Artemia diberikan pada
stadia MPL sampai dengan PL panen.
b. Frekuensi pemberian artemia
adalah empat kali per hari (setiap 6 jam sekali).
c. Jumlah total artemia yang
diberikan ± 5 kg per juta benur yang dihasilkan dengan
contoh pemberian harian terlampir.
d. Persiapan dan penyediaan
artemia dapat dilakukan sesuai standar operasional yang telah ditetapkan
e. Lakukan penebaran artemia ke
dalam bak pemeliharaan secara merata
dengan menggunakan gayung pakan.
2.2.2 Pemberian Pakan Buatan
Pemberian pakan buatan (artificial feed) diberikan mulai stadia
Zoea-1 sampai akhir masa pemeliharaan.
Pada produk-produk komersial biasanya telah ditetapkan dan
direkomendasikan cara penyimpanan maupun jumlah yang harus diberikan pada
setiap stadia. Jenis pakan buatan yang
digunakan adalah : CP Star 100, 200, 300 dan Spina 100 (Spirulina kering).
Yang harus diperhatikan
dalam pemberian pakan buatan adalah pemberiannya tidak boleh berlebihan karena
dapat menyebabkan kualitas media pemeliharaan menjadi buruk yang pada akhirnya
dapat menjadi pemicu timbulnya suatu penyakit.
Oleh karena itu pemeriksaan rutin terhadap ketersediaan pakan harus
dilakukan sebelum pemberian pakan dilakukan.
Di CPB Hatchery, pemeberian
pakan buatan dilakukan sebanyak 8 kali dalam sehari dengan jumlah yang
disesuaikan dengan kebutuhan (tergantung pada kemampuan makan larva/PL
maupun stadianya). Adapun contoh feeding program yang diterapkan terlampir.
Langkah-langkah persiapan dan pemberian pakan buatan
adalah sebagai berikut :
a. Lihat tabel pemberian pakan
yang telah di buat
b. Sesuai dengan jam dan nomor
bak, catat jumlah pakan yang diperlukan
c. Timbang pakan bersama tempat
(mangkuk) yang sudah diberi nomor bak yang akan diberi makan
d. Satu per satu, tuang pakan
ke dalam saringan pakan dengan ukuran sesuai kebutuhan, kemudian hancurkan
serta larutkan di dalam air laut ± 10 lt yang sudah
dipersiapkan di dalam ember (@ 5 gallon) agar ukuran partikel pakan sesuai
dengan ukuran / bukaan mulut larva/PL
e. Jenis saringan yang
digunakan untuk melarutkan pakan bagi stadia Zoea, Mysis, PL1-PL5 masing-masing
adalah mesh size 250, 200 dan 100.
Sementara setelah PL-5, pakan buatan tidak perlu dihancurkan, cukup
dilarutkan dalam air laut
f. Sebarkan makanan secara
merata ke dalam bak pemeliharaan dengan menggunakan gayung
g. Setelah selesai, cuci ember
dan gayung hingga bersih dan atur / rapikan kembali ditempatnya masing-masing
2.2.3
Pengelolaan Kualitas Air
Menurunnya kualitas air di
bak-bak pemeliharaan larva/PL umumnya disebabkan oleh terakumulasinya sisa
pakan maupun produk buangan benur itu
sendiri (feces) sehingga menyebabkan peningkatan jumlah bakteri, kandungan
Ammonia maupun H2S dalam air.
Untuk mempertahankan kualitas air selama masa produksi, diperlukan
pengelolaan yang baik sebagai berikut :
a. Pada saat stadia larva (Z3 –
M2) hanya dilakukan penambahan tanpa pergantian
air sebanyak 10-15% per hari,
dengan cara memasang filter bag pada pipa pengeluaran air, kemudian membuka
kran air sehingga mencapai kebutuhan yang diharapkan
b. Pergantian air (water exchange) biasanya dilakukan pada pagi dan/atau sore hari,
mulai stadia M3 sampai akhir masa pemeliharaan.
Pada prinsipnya
pergantian air ini adalah untuk membuang
sebagian air yang mengandung metabolit dengan air baru yang lebih
bersih. Seringkali pergantian air ini
dilakukan untuk memanipulasi lingkungan guna merangsang proses moulting benur.
Persentase volume
pergantian air adalah sebagai berikut :
Stadia Water Exchange
M3 - PL3 5 - 10 %
PL3 - PL6 10 - 20 %
>
PL6 >
20 %
Adapun langkah-langkah pergantian
air adalah :
-
Buka kran pengeluaran air yang terdapat di bagian bawah bak untuk
membuang air sesuai dengan yang diinginkan
-
Selama proses pengeluaran air dilakukan, tarik tambang yang terdapat
pada pipa pengeluaran/sirkulasi perlahan-lahan ke atas dan ke bawah agar proses
pengeluaran kotoran dari dalam bak berjalan lancar. Proses ini juga bertujuan agar saringan pada
pipa pengeluaran / sirkulasi tetap dalam kondisi bersih dan tidak tersumbat
oleh kotoran
-
Bila volume air yang dikeluarkan telah sesuai dengan yang diinginkan,
tutup kran pengeluaran
-
Buka kran pada pipa pemasukan air laut / tawar yang telah dilengkapi
dengan filter bag dan biarkan air mengalir dengan kecepatan sedang hingga penuh
kembali
2.2.4 Pencegahan Penyakit dan Pengobatan
Penggunaan obat-obatan
selama masa pemeliharaan sedapat mungkin dilakukan secara terbatas dengan cara
yang tepat dan efisien. Untuk mencegah aplikasi atau penggunaan obat yang tidak
tepat, utamanya penggunaan antibiotik, maka harus dilakukan pengujian terhadap
sensitifitas obat dan penentuan dosis yang tepat secara berkala (lihat SOP Microbiologi Lab. –
Uji Sensitivitas antibiotik dan MIC/MBC).
Untuk mencegah timbulnya suatu penyakit atau
untuk mengontrol pertumbuhan bakteri di media pemeliharaan maupun sebagai usaha
pengobatan, dapat digunakan beberapa macam obat dan bahan kimia seperti yang
tertera di bawah ini
Jenis
Obat/Bahan Kimia Target Dosis
Furazolidone
Anti
bakteri 1.5 - 3
ppm
Norfloxacin Anti
Bakteri 1.5 – 3
ppm.
Oxytetracycline Anti
bakteri 3 –
5 ppm
Treflan
(trifluralin) Anti
jamur 0.05 -
0.1 ppm
Formalin Desinfektan,
anti protozoa 15 - 30 ppm
Untuk pengobatan dengan menggunakan antibiotik
sedapat mungkin tidak dilakukan terus menerus dengan hanya satu jenis obat
karena dapat menyebabkan resistensi.
Langkah-langkah
persiapan dan pemberian obat adalah sebagai berikut :
a. Lihat tabel atau catatan
mengenai treatment yang akan dilakukan dan catat pula jadwalnya
b. Ambil jenis obat yang akan
diberikan, kemudian timbang dan ukur sesuai kebutuhan
c. Larutkan dengan air tawar
hingga homogen
d. Untuk jenis obat yang sulit
larut, lakukan penyaringan dan pengocokan dengan saringan 40-45mikron
e. Encerkan larutan obat
menjadi 15 lt untuk setiap 1-1.5 ppm obat atau 20 lt untuk 2-3 ppm obat, dan
sebarkan merata ke seluruh bagian permukaan air dalam bak larva
f. Cuci ember yang telah
digunakan hingga bersih dan atur menjadi rapi kembali
2.2.5
Pengaturan Aerasi
Keberadaan oksigen di dalam
media pemeliharaan sangat diperlukan untuk mendukung kehidupan larva/PL yang
dipelihara. Umumnya di hatchery
digunakan blower sebagai alat untuk mensuplai oksigen ke seluruh bagian yang
membutuhkan. Selain itu alat ini berfungsi
juga untuk meningkatkan diffusi oksigen dalam air, mempercepat penguapan
gas-gas beracun dan membantu pengadukan makanan dalam bak-bak pemeliharaan
larva sehingga tersebar merata dan tidak mengendap. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan,
karena pengendapan sisa-sisa pakan dan kotoran (feces) akan memperburuk
kualitas air dan dapat berakibat fatal (menimbulkan kematian) bagi
larva/PL. Disamping itu pengadukan
makanan ini sangat dibutuhkan, mengingat
dalam fase hidupnya yaitu mulai stadia Nauplii sampai Mysis, larva masih
bersifat planktonik (selalu melayang di kolom air).
Untuk mendukung sistem
aerasi (supply oksigen) agar sesuai dengan yang diharapkan, maka selama masa
pemeliharaan harus dilakukan pengaturan dan pemeriksaan dengan cara :
a. Setiap
selesai pemberian pakan, periksa besar kecil atau mati tidaknya aerasi di setiap bak pemeliharaan
b. Lakukan penyetelan ulang
bila diperlukan (tidak sesuai dengan yang diharapkan)
c. Lakukan pemeriksaan aerasi
saat penurunan / pergantian air, sebab biasanya saat volume air berkurang,
aerasi akan membesar. Apabila tidak
dilakukan pengontrolan dan penyetelan ulang, maka aerasi yang terlalu besar
dapat mengaduk kotoran dari dasar bak ke kolom air yang dapat membahayakan
kelangsungan hidup larva/PL. Disamping
itu aerasi yang terlalu besar dapat menyebabkan stress pada hewan peliharaan.
2.2.6
Pemeriksaan Kondisi Benur
Pengamatan kondisi benur
harus dilakukan secara intensif setiap hari sejak stadia Nauplii sampai PL
panen, baik secara mikroskopis di laboratorium (lihat SOP Fry Health Monitoring
– R & D) maupun secara visual di lapangan.
Adapun pengamatan visual dan
pencatatan yang setiap hari harus dilakukan melalui tahap sebagai berikut :
a. Siapkan
form “Monitoring Pemeliharaan Larva / PL” dan tempelkan pada setiap jendela bak
pemeliharaan untuk diisi setiap hari
b. Lakukan
pemeriksaan terhadap suhu media pemeliharaan setiap pk. 08.00, 14.00, 20.00 dan
02.00 WIB.
Pemeriksaan
terhadap kondisi suhu ini sangat penting untuk dilakukan sebab tinggi rendahnya
suhu sangat berpengaruh terhadap aktifitas makan, proses metabolisme hewan peliharaan
maupun proses moulting. Suhu yang lebih
tinggi dapat mempercepat proses-proses di atas.
c. Lakukan
pengukuran salinitas (kadar garam) air setiap hari, setelah pergantian atau
penambahan air dilakukan. Hal ini
dimaksudkan untuk menentukan jumlah /volume air tawar yang akan ditambahkan
apabila hendak menurunkan salinitas secara bertahap. Sampai benur siap di panen, salinitas yang
diharapkan adalah 25 ppt atau disesuaikan dengan kebutuhan tambak.
d. Lakukan pengamatan dan pencatatan terhadap
aktifitas larva / PL maupun keberadaan pakan dalam media pemeliharaan dengan
cara :
-
Ambil media pemeliharaan dan benur dari dalam bak
dengan mempergunakan beaker glass 500 lt. atau 1000 lt.
-
Amati dengan di tempat terang atau dengan mempergunakan
lampu sorot, responnya terhadap cahaya (pada stadia larva) maupun aktifitas dan
cara renangnya (pada stadia PL). Respon
terhadap cahaya dan aktifitas serta cara berenang larva/PL dapat menjadi salah
satu indikator kondisi kesehatan benur.
Larva yang lemah atau sakit
terlihat tidak sensitif terhadap cahaya, sebaliknya larva yang sehat bersifat
fototaktik positif terhadap cahaya.
Sementara bila cara berenang larva / PL tidak normal (misalnya
berputar-putar seperti gasing) bisa
menjadi suatu indikator infeksi beberapa penyakit yang disebabkan oleh virus
maupun parasit.
-
Amati keberadaan partikel makanan di dalam air dengan
melihat kekeruhan maupun warnanya. Hal
ini penting untuk dilakukan agar pemberian pakan dapat sesuai dengan kebutuhan
(tidak berlebih dan tidak kurang)
-
Lakukan pengamatan terhadap keberadaan feces di media
pemeliharaan. Terutama pada stadia Zoea,
panjang-pendeknya feces dapat menjadi indikasi baik atau buruknya nafsu makan
larva
-
Lakukan pengamatan terhadap kondisi fisik larva/PL
dengan mengamati warna tubuh / pigmentasi
(cerah normal / pucat keputihan) serta abnormalitas morfologi-nya
e. Lakukan
pencatatan terhadap perlakuan yang diberikan yakni :
-
Dosis pengobatan yang dilakukan
-
Pendugaan estimasi populasi benur dalam bak
-
Jumlah penambahan ataupun pengurangan air laut/tawar
yang dilakukan
-
Jumlah pakan alami/buatan yang diberikan
2.2.7
Pendugaan / Estimasi Populasi
Pendugaan jumlah populasi
dilakukan pada setiap stadia untuk mengetahui kepadatan dan juga untuk
mengetahui jumlah kematian. Selain itu
data hasil pendugaan populasi dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam
menentukan jumlah pakan yang akan diberikan.
Pendugaan populasi dilakukan dengan cara :
a. Ambil sampel secara acak di
4 (empat) titik dalam bak pemeliharaan
dengan mempergunakan beaker glass 0.5 atau 1 liter
b. Hitung jumlah larva/PL pada
setiap pengambilan dan konversikan hasilnya dengan rumus sebagai berikut
A
![]() |
Jumlah benur dalam bak = X B
Volume wadah sampel
Dimana A
: Rata-rata jumlah larva/PL dari
sampel yang diambil
B : Volume air dalam bak pemeliharaan (liter)
Saat benur memasuki stadia PL (terutama > PL5),
biasanya agak sulit mendapatkan contoh / sampel yang mewakili karena sifatnya
yang mulai benthik (menempel di dasar atau di dinding bak), sehingga
pengambilan sampel dilakukan agak di dasar.
Namun bila masih sulit, maka dilakukan pendugaan dengan jalan mengurangi
2-3% dari total populasi pada stadia sebelumnya, dengan asumsi bahwa
rata-rata mortalitas per hari selama masa pemeliharaan adalah 2-3%
2.2.8
Sanitasi
Kegiatan ini dilakukan untuk mencegah dan
mengurangi resiko terjadinya penularan dan terjangkitnya suatu penyakit dari
unit kerja satu dengan unit kerja yang lain atau dari bak yang satu dengan yang
lain.
Sanitasi dapat dilakukan terhadap ruangan atau
peralatan bahkan terhadap bak-bak yang bermasalah (misalnya harus dibuang
karena terjangkit suatu penyakit / virus)
Adapun
kegiatan ini meliputi :
A. Sanitasi Ruangan dan
Peralatan
a.
Lakukan penggelontoran
lantai ruangan modul dengan larutan kaporit 100 ppm setiap 3 ( tiga) hari
sekali
b.
Lakukan
penggantian larutan disinfeksi (Formalin 500 ppm ataau PK 10 ppm) untuk
merendam dan membilas alat-alat yang digunakan di setiap bak setiap 2 hari
sekali.
c.
Lakukan
penggantian larutan kaporit 100 ppm atau PK 10 ppm dalam foot bath yang terdapat di depan setiap ruangan pemeliharaan setiap hari
d.
Pastikan bahwa
setiap orang yang akan masuk ke ruang pemeliharaan melewati foot bath tersebut
e.
Pastikan bahwa
penggunaan alat yang digunakan di setiap bak adalah tersendiri, atau bila tidak
memungkinkan, pastikan bahwa bila alat digunakan untuk beberapa bak, di setiap
pergantian bak dilakukan pembilasan atau pencucian alat tersebut terlebih
dahulu ke dalam larutan disinfektan yang disediakan
B. Sanitasi
terhadap bak-bak yang bermasalah
Bila
terjadi infeksi penyakit yang disebabkan oleh virus MBV atau SEMBV, Jamur
Leginidium atau Sirolpidium maka lakukan langkah-langkah berikut ini :
a.
Masukkan semua
peralatan yang digunakan di bak tersebut ke dalam bak yang bermasalah (seperti
ember perendam alat, pitcher dan seser)
b.
Tebar larutan
kaporit dengan dosis 500 ppm secara merata di bak yang bermasalah, hidupkan
aerasi ± 3 menit
c.
Matikan aerasi
d.
Tutup rapat bak
tersebut dan biarkan selama 3 (tiga) hari. Selama kurun waktu tersebut personil
modul dilarang membuka bak untuk menghindari kontaminasi
e.
Setelah itu buang
seluruh isi bak dengan membuka kran pembuangan
f.
Segera cuci bak
dengan larutan detergent, bilas dengan air tawar dan keringkan.
Untuk
infeksi yang disebabkan oleh bakteri, perlakuan di atas dapat diterapkan, akan
tetapi perendaman dengan larutan kaporit cukup dilakukan selama 24 jam.
2.3 PEMANENAN
2.3.1 Persiapan Panen
A. Alat dan Bahan Pendukung :
No
|
ALAT
|
SPESIFIKASI
|
DIGUNAKAN UNTUK
|
|
|
|
|
2.
|
Ember
|
50 lt, Ø 50 cm
|
Menghitung benur
|
|
|
|
|
5.
|
Seser benur
|
Ø 30 cm, mesh size 56
|
Menyerok benur
|
|
|
|
|
9.
|
Gayung hatchery
|
Ø 8.5 inch
|
|
|
|
|
|
|
Net panen
|
Ukuran
|
Menampung benur di bak panen
|
25.
|
Ember
|
Ukuran 3 gallon
|
Membawa benur dari bak ke packing area
|
B.
Penurunan air bak
a.
Lakukan penurunan air
di bak pemeliharaan yang akan dipanen sampai tersisa ± 25% dari total volume bak
b.
Waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan air di bak panen
sebelum mulai diseser adalah 3 (tiga) jam untuk bak besar (120 ton) dan 2 jam
untuk bak kecil (60 ton).
c.
Pasang rangka dan jaring/net panen pada pipa pembuangan di
luar bak
d.
Tutup sebagian siring (jalan air) yang terdapat di dalam bak
panen dengan papan sampai ketinggian tertentu agar air tetap tergenang. Hal ini dilakukan untuk menghindari terlalu
kencangnya tekanan air yang keluar dari bak dan juga untuk menjaga agar benur
yang akan dikeluarkan nantinya tetap berada / terendam dalam air
e.
Cabut pipa saluran
pembuangan / saringan dalam bak agar benur dapat keluar.
2.3.2
Pemanenan Benur
A. Penyeseran
a.
Siapkan rangka panen yang terbuat dari stainless steel dan
dilengkapi dengan net panen mesh 56.
b.
Siapkan seser benur (hand catch net, ember untuk mentransfer
benur, tabung oksigen terisi, baskom dan selang
0.5 inch untuk penyiponan.
c.
Benur yang keluar dan tertampung dalam net panen
diseser/serok dengan menggunakan hand
catch net mesh 56, kemudian tampung dalam ember transfer.
.
B.
Pemindahan benur/ Transfer
a.
Siapkan dan isi ember
transfer (volume 3 gallon) dengan air dari bak asal ± ¾ bagian dan injeksi dengan oksigen dari tabung yang telah
disiapkan selama kurang lebih 2 menit untuk meningkatkan DO (kadar oksigen
terlarut) menjadi ³ 12 ppm. Lakukan injeksi Oksigen tersebut dengan
aerasi sedang
b.
Kepadatan benur per ember +/- 50.000 ekor untuk udang windu
dan +/- 100.000 ekor untuk benur L. vannamei
c.
Bawa ember berisi benur tersebut ke packing area dan masukkan ke fiber penampungan benur yang sudah
disiapkan dengan kepadatan maksimal 500.000 ekor benur per tank.

Penyeseran benur pada bak panen
di modul (kiri) dan transfer benur ke bak penampungan di packing area
(kanan)
C.
Akilimatisasi / Penyesuaian kondisi
a.
Pindahkan benur dengan mempergunakan hand catch net mesh 56 dari fiber penampungan ke tank
aklimatisasi-I (26oC) dan tampung di dalam net aklimatisasi dengan
kepadatan maksimal 100.000 ekor benur.
b.
Lakukan penyesuaian suhu (aklimatisasi) minimal selama dua menit. Selanjutnya pindahkan ke net aklimatisasi berikutnya (24oC
dan 23oC)dengan rentang waktu yang sama.
c.
Pada masing-masing net aklimatisasi, lengkapi dengan aerasi
oksigen murni dan aerasi blower untuk mensupply oksigen bagi benur
d.
Serok benur dari net aklimatisasi terakhir dengan hand catch net mesh 56, kemudian lakukan penakaran
D.
Penakaran / Scooping
a.
Lakukan ujicoba
penakaran untuk memberikan perkiraan ukuran takarannya terhadap benur yang akan
di panen
- Penakaran (scooping) benur dengan menggunakan saringan/takaran dan masukkan kedalam kantong benur yang sudah terisi air laut ± 8 liter. Kepadatan benur per takar (atau per kantong) adalah 4 – 7 ribu ekor.
- Selama dilakukan penakaran, posisi seser (hand catch net) harus tetap terendam air dan lengkapi dengan aerasi pada bagian luar seser agar supply oksigen tetap terjamin

Aklimatisasi
(kiri) dan scooping benur (kanan) di packing area
2.3.3 Pendugaan
Jumlah Benur (Estimasi) Per kantong
Untuk mengetahui jumlah atau hasil panen, maka
dilakukan pendugaan atau estimasi panen dengan cara :
a. Ambil secara acak kantong-kantong plastik yang telah berisi benur
yang sudah di takar sebanyak 3 kantong.
Untuk meningkatkan akurasi pendugaan, maka lakukan pngambilan sampel
tersebut pada saat awal, pertengahan dan akhir penakaran (scooping)
b. Hitung benur pada masing-masing kantong
c. Estimasi
per kantong ditetapkan sebagai
jumlah minimum dari tiga sample yang diambil (untuk
penjualan ke Free Market) dan nilai rata-rata dari 3 kali penghitungan (untuk
pengiriman ke Amarta).
d. Apabila pemanenan satu bak terbagi dalam beberapa tujuan
dengan estimasi per kantong
berbeda, maka penghitungan dilakukan
pada setiap pergantian estimasi per kantong.
e. Lakukan
pendugaan total jumlah benur terpanen per bak dengan cara mengkonversikan
(mengalikan) jumlah benur per kantong dengan total jumlah kantong (box) secara
keseluruhan
2.3.4
Disinfeksi Peralatan Panen
Untuk menjaga kebersihan dan mencegah kontaminasi
penyakit yang dapat disebabkan oleh pemakaian alat-alat yang sama, maka setiap
kali pemanenan selesai harus dilakukan disinfeksi terhadap seluruh alat dan
perlengkapan yang digunakan sebelum dipergunakan kembali pada kegiatan panen berikutnya.
Disinfeksi peralatan dilakukan dengan cara :
a. Rendam seser (hand catch net), net
aklimatisasi, scoop panen, mangkok pisin, gayung dan
selang aerasi dalam larutan Formalin 200 ppm atau PK (Potassium
Permanganat) 10 ppm selama sedikitnya 8 jam lalu kering udarakan.
b. Rendam ember dan tank fiber dengan larutan PK
10 ppm sedikitnya dengan waktu yang sama lalu keringkan
a. Pada kondisi tertentu,
misalnya terjadi outbreak penyakit terutama yang disebabkan oleh virus, maka
lakukan penggelontoran lantai di packing area dengan larutan kaporit 1000 ppm
lalu biarkan sedikitnya selama 24 jam.
b. Lakukan pengeringan terhadap
tank-tank fiber yang dipergunakan untuk panen secara berkala (minimal 2 hari
sekali) di bawah terik sinar matahari untuk lebih menyempurnakan sistem
sanitasi yang dijalankan.

Penghitungan benur /
sampling
III.
PENGERINGAN
Proses pengeringan dimulai
setelah panen dilakukan dengan maksud untuk mengembalikan kondisi bak seperti
semula (bersih, steril / bebas penyakit) sebelum siap dipergunakan
kembali. Umumnya masa pengeringan
dilakukan selama 2 minggu.
Adapun proses pengeringan bak pemeliharaan dilakukan
dengan cara :
a. Cabut
batu aerasi dan timah pemberat segera setelah proses panen selesai dan lakukan
perendaman dengan detergent selama 24 jam, selanjutnya dilakukan pencucian dan
pembilasan dengan air tawar.
b. Jemur batu aerasi dan timah
tersebut didalam modul (ruang
pemeliharaan) sampai kering.
c. Lepas
selang aerasi dari dalam bak, lakukan pencucian dengan deterjen dan air laut
d. Rendam
selang aerasi tersebut dalam larutan formalin 1000 ppm selama 24 jam dan
selanjutnya lakukan penjemuran sampai kering.
e. Lakukan pencucian bak pemeliharaan dengan
larutan detergent dan bilas dengan air tawar.
f. Buka terpal penutup bak agar permukaan
lantai dan dinding bak langsung terkena sinar matahari dan biarkan kering.
g. Lakukan pencucian seluruh peralatan pendukung
operasional pemeliharan benur seperti
ember, gayung pakan, mangkok pisin, beaker glass, seser, pitcher, filter
bag, saringan sirkulasi, pipa sirkulasi dan pipa saluran pembuangan dengan
larutan detergent. Selanjutnya dikering
udarakan.
h. Lakukan penggelontoran terhadap dinding dan
lantai bak serta lantai ruangan pemeliharaan dengan larutan kaporit 1000 ppm
dan biarkan sampai akan digunakan kembali.